Sekilas Mengenai Penyakit Autoimun
Sistem imunitas manusia berfungsi untuk melindungi tubuh dari serangan penyakit ataukah infeksi dari luar. Namun dalam kondisi tertentu, sistem imunitas tubuh dapat memproduksi autoantibodi yang menyerang sel sel/jaringan/organ tubuh yang sehat. Hal inilah yang dikenal dengan penyakit autoimun yang dewasa ini semakin banyak terjadi.
Penyakit autoimun ini dapat menyerang semua bagian dari tubuh. Hingga saat ini tercatat lebih dari 80 jenis penyakit autoimun (National Institute of Environmental Health Sciences/ NIEHS, USA). Ada beberapa yang sangat sering dijumpai seperti diabetes tipe -1, multiple sclerosis/MS, lupus dan reumatoid arthritis, namun banyak juga jenis lain yang lebih jarang dan sulit untuk didiagnosa.
Penyebab dari penyakit autoimun sebagian besar belum diketahui secara pasti. Konsensus yang berkembang dari penelitian-penelitian terkini menyebutkan bahwa penyakit ini disebabkan karena interaksi antara faktor genetik, lingkungan sekitar, dan mikrobioma. Individu dengan gen autoimun dapat mengalami penyakit autoimun ataukah tidak, bergantung pada mekanisme yang dikenal dengan epigenesis. Secara epigenetik gen pembawa autoantibodi dapat menjadi aktif apabila terdapat stressor/tekanan yang berasal dari faktor internal maupun eksternal, seperti misalnya, guncangan emosional, stres tinggi dalam jangka panjang, virus, zat kimia tertentu, konsumsi makanan yang salah seperti rokok dan alkohol. Mikrobioma adalah ekosistem bakteri di saluran pencernaan manusia. Mikroba spesifik ini tidak hanya membantu pencernaan kita, namun berfungsi dalam menyeimbangkan sistem imunitas yang terlalu aktif.
Beberapa penelitian NIEHS dan National Toxicology Program/NTP USA menemukan beberapa zat yang terdapat di lingkungan dengan korelasi tinggi dengan penyakit autoimun tertentu. Zat-zat ini diduga dapat memicu enzim tertentu yang menyebabkan mutasi pada DNA yang kemudian berperan pada pembentukan autoantibodi. Beberapa senyawa yang teridentifikasi antara lainnya zat yang terdapat pada pengencer cat (paint thinners), perlengkapan pembersih, cat kuku (nail polish), rokok, kristal silika, komponen jam seperti granit, gluten, L-trypthophan, dll (NIEHS, ATP)
Gangguan autoimun ada banyak jenisnya. Berbagai jenis gangguan autoimun mempunyai gejala yang berbeda-beda. Organ yang diserang dan antibodi yang menyerang organ tersebut juga berbeda-beda. Secara garis besar berdasarkan dari organ yang diserang oleh auto-antibodi yang terbentuk, penyakit autoimun dapat dibedakan menjadi 2 jenis:
- Organ spesifik (pembentukan antibody yang khas untuk organ tertentu).
- Non-organ spesifik (auto-antibodi yang tidak terbatas pada satu organ).
| PENYAKIT AUTOIMUN | AUTO-ANTIBODI | ORGAN | 
|---|---|---|
| Systemic lupus erythematosus  | ANA | Bermacam-macam | 
| Sindrom Sjögren  | CCP | Antara lain mata | 
| CREST (scleroderma= kulit mengeras)  | ANA | Bermacam-macam | 
| Wegener Disease  | ANCA | vasculitis | 
| Polyarteritis nodosa | ANCA | vasculitis | 
| Microscopic polyangiitis | ANCA | vasculitis | 
Saat ini tatalaksana penyakit autoimun yang tersedia lebih mengarah untuk mengurangi simptom/gejala yang terjadi dan belum mencapai akar permasalahan dari penyakit ini. Akupunktur adalah salah satu bentuk terapi yang dapat ditempuh untuk penyakit autoimun.
Strategi akupunktur yang diterapkan juga akan berbeda untuk setiap jenis gangguan autoimun.
Mekanisme kerja akupunktur dalam autoimun cukup kompleks. Salah satu yang terpenting adalah sebagai antiinflamasi alami. Mekanisme antiinflamasi akupunktur dapat terjadi melalui beberapa jalur regulasi. Mekanisme antiinflamasi akupunktur melalui modulasi aksis HPA (hipotalamus-pituitari-adrenal) telah terbukti pada berbagai penelitian ilmiah. Akupunktur kini diketahui dapat meningkatkan CRH (corticotrophin releasing hormone) yang selanjutnya menginduksi produksi ACTH (adrenocorticotrophic hormone). ACTH akan merangsang pelepasan glukokortikoid dari kelenjar adrenal yang memiliki efek antiinflamasi yang luas serta berperan menyeimbangkan kembali rasio limfosit Th1/Th2 dan limfosit Th17/Treg.
Efek antiinflamasi akupunktur juga dapat terjadi melalui peningkatan produksi β-endorfin. Saat ini telah diketahui bahwa sel imun seperti limfosit B, limfosit T, sel natural killer (NK), granulosit, monosit dan trombosit memiliki reseptor opioid. Interaksi β-endorfin dengan sel imun memperbaiki keseimbangan sitokin proinflamasi dan antiinflamasi. Terungkapnya fakta mRNA proopiomelanocortin (POMC) yang ternyata juga terdapat pada leukosit, memberikan pemahaman bahwa leukosit dapat mensintesis ACTH dan β-endorfin dari promolekul, sehingga β-endorfin dapat bekerja secara autokrin dan parakrin dalam mempengaruhi sel imun lainnya. Peningkatan CRH oleh stimulasi akupunktur juga dapat meningkatkan produksi β-endorfin. Melalui regulasi sistem imun ini diharapkan akupunktur dapat memberikan kontribusi positif pada pengobatan autoimun dan mencegah kerusakan jaringan lebih lanjut.
